Banyaknya kasus remaja putri “diculik” oleh rekan barunya yang dikenal lewat jejaring sosial “facebook” memang memprihatinkan kita, sehingga banyak orang tua dan pendidik yang menilai teknologi yang semakin canggih dalam penggunaan situs internet perlu diwaspadai, bahkan mengecamnya dengan macam-macam di antaranya mengharamkannya karena dinilai merusak generasi muda.
Bahwa internet sudah perlu dikhawatirkan memang betul, namun “mengharamkan” facebook, twitter, blog menurut kita sangat tidak tepat. Sebab, manfaat jejaring sosial itu sangat luar biasa. Tinggal lagi bagaimana kita, para pelajar dan orang tua memanfaatkannya saja.
Ambil contoh kasus yang dialami Prita Mulyasari. Dukungan luar biasa sesame pengguna facebook mampu menekan aparat penegak hokum, bahkan berhasil mengintervensi ranah pengadilan, berhasil pula mengumpulkan dana sampai Rp 1 miliar lebih bekerjasama dengan media massa, sehingga Prita akhirnya dibebaskan dari jeratan hukum. Padahal, lawannya merupakan rumah sakit internasional, yang memiliki banyak dana dan akses ke aparat penegak hukum, khususnya oknum jaksa dan polisi sehingga Prita sempat mendekam dalam tahanan.
Contoh lain, kasus penyakit yang diderita Bilqis, anak usia setahun lebih yang menderita sakit langka sehingga harus dilakukkan operasi cangkok hati untuk menyelamatkan jiwanya. Sang ibu dan orang-orang dekat Bilqis memanfaatkan jejaring sosial di facebook dan media massa sehingga tak sampai sebulan sudah terkumpul dana Rp 1,2 miliar. Dana itu sudah jauh melebihi biaya operasi Bilqis. Tentu saja masih sangat banyak manfaat lain dari Internet, khususnya bagi kemajuan ilmu pengetahuan.
Hemat kita, kasus-kasus minggatnya remaja putri di bawah umur pergi dari rumah orang tuanya menemui teman barunya setelah mereka berkenalan leat faceboo, tidak semata-mata kesalahan si anak. Sebab, kalau di rumahnya sendiri sang anak merasa tidak bahagia, kedua orang tua tidak akur, masing-masing disibukkan dengan pekerjaannya, pastilah sang anak akan mencari kedamaian di luar rumah. Perkenalan sang anak dengan teman-teman barunya di dunia maya, saling curhat, akhirnya menimbulkan benih cinta dan kasih saying. Apalagi pada usia rawan remaja itu ada dorongan ingin mendapat kebebasa, seakan-akan dunia menjadi milik mereka berdua di dunia maya, bahkan mereka sudah saling panggil mama dan papa. Saat mereka bertemu langsung di suatu tempat, tentulah banyak godannya. Kalau tidak kuat dasar agamanya mereka pun jatuh dalam lumuran dosa, zinah la`natullah.
Kasus lain di Tanjung Pinang Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), empat siswa dikeluarkan dari sekolah karena menghina gurunya melalui situs jejaring sosial facebook. Mereka menghina seorang guru perempuan dengan kata-kata kotor melalui facebook. Mempermalukan guru di depan kelas maupun di dunia maya jelas bukan pekerjaan yang baik. Sudah perlu diberi tindakan. Tapi, tepatkan mengeluarkan keempat siswa? Jelas tidak, kalau hal itu dinilai baru yang pertama. Itu namanya kenakalan anak-anak yangh baru kenal facebook. Akan lebih baik kalau mereka diberi peringatan pertama, dipanggil dewan guru, diberi nasehat, sekaligus menjelaskan bahwa kemajuan teknologi informasi yang semakin canggih, bukan untuk membuat isu dan fitnah.
Jadi, segala sesuatunya itu tergantung kita, para pemakai dan pengguna internet. Kalau dipergunakan untuk kegiatan negatif, apalagi yang asusila jelas haram hukumnya, seperti untuk prostitusi, menjual diri.
Nah, dari kasus-kasus yang timbul akibat dampak kemajuan teknologi informasi, seperti facebook, twitter, blog dll kita bissa menarik banyak pelajaran, khususnya para orang tua agar tidak melepas begitu saja anaknya, termasuk dalam penggunaan media baru, online. Memang disatu sisi online sangat positif dan dapat member manfaat luar biasa bagi yang ingin mendapatkan informasi dan bahan-bahan pelajaran (iptek). Namun disisi lain, dampak negatifnya juga cukup besar, terlebih jika orang tua, guru tidak mengarahkan anak-anaknya.
Oleh karena itu, orng tua, ulama dan kalangan politik wajib mengetahui kedua dampak yang timbul akibat pemakaian online di kalangan generasi muda yang sudah bagaikan fenomena gunung es. Mereka harus diberi tahu bahaya jika mengabaikan etika membuka situs-situs porno maupun “chatting” dengan teman-teman baru yang tidak jelas identitas dan alamat sebenarnya, selalu mengganti identitas, bercerita yang muluk-muluk untuk menjert para korbannya.
Justru itu, penggunaan teknologi informasi harus mendapat pengawasan dari orang tua maupun para pendidik, ulama, da`I, bahkan akan sangat baik kalau anak didik diberi pelajaran “online” agar anak didik mengetahui manfaat dan mudarat dari pemakaian jejaring sosial yang akan semakin berkembang di masa mendatang. Kalau tidak, korbannya akan semakin banyak dan mengerikan sekali.
Bahwa internet sudah perlu dikhawatirkan memang betul, namun “mengharamkan” facebook, twitter, blog menurut kita sangat tidak tepat. Sebab, manfaat jejaring sosial itu sangat luar biasa. Tinggal lagi bagaimana kita, para pelajar dan orang tua memanfaatkannya saja.
Ambil contoh kasus yang dialami Prita Mulyasari. Dukungan luar biasa sesame pengguna facebook mampu menekan aparat penegak hokum, bahkan berhasil mengintervensi ranah pengadilan, berhasil pula mengumpulkan dana sampai Rp 1 miliar lebih bekerjasama dengan media massa, sehingga Prita akhirnya dibebaskan dari jeratan hukum. Padahal, lawannya merupakan rumah sakit internasional, yang memiliki banyak dana dan akses ke aparat penegak hukum, khususnya oknum jaksa dan polisi sehingga Prita sempat mendekam dalam tahanan.
Contoh lain, kasus penyakit yang diderita Bilqis, anak usia setahun lebih yang menderita sakit langka sehingga harus dilakukkan operasi cangkok hati untuk menyelamatkan jiwanya. Sang ibu dan orang-orang dekat Bilqis memanfaatkan jejaring sosial di facebook dan media massa sehingga tak sampai sebulan sudah terkumpul dana Rp 1,2 miliar. Dana itu sudah jauh melebihi biaya operasi Bilqis. Tentu saja masih sangat banyak manfaat lain dari Internet, khususnya bagi kemajuan ilmu pengetahuan.
Hemat kita, kasus-kasus minggatnya remaja putri di bawah umur pergi dari rumah orang tuanya menemui teman barunya setelah mereka berkenalan leat faceboo, tidak semata-mata kesalahan si anak. Sebab, kalau di rumahnya sendiri sang anak merasa tidak bahagia, kedua orang tua tidak akur, masing-masing disibukkan dengan pekerjaannya, pastilah sang anak akan mencari kedamaian di luar rumah. Perkenalan sang anak dengan teman-teman barunya di dunia maya, saling curhat, akhirnya menimbulkan benih cinta dan kasih saying. Apalagi pada usia rawan remaja itu ada dorongan ingin mendapat kebebasa, seakan-akan dunia menjadi milik mereka berdua di dunia maya, bahkan mereka sudah saling panggil mama dan papa. Saat mereka bertemu langsung di suatu tempat, tentulah banyak godannya. Kalau tidak kuat dasar agamanya mereka pun jatuh dalam lumuran dosa, zinah la`natullah.
Kasus lain di Tanjung Pinang Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), empat siswa dikeluarkan dari sekolah karena menghina gurunya melalui situs jejaring sosial facebook. Mereka menghina seorang guru perempuan dengan kata-kata kotor melalui facebook. Mempermalukan guru di depan kelas maupun di dunia maya jelas bukan pekerjaan yang baik. Sudah perlu diberi tindakan. Tapi, tepatkan mengeluarkan keempat siswa? Jelas tidak, kalau hal itu dinilai baru yang pertama. Itu namanya kenakalan anak-anak yangh baru kenal facebook. Akan lebih baik kalau mereka diberi peringatan pertama, dipanggil dewan guru, diberi nasehat, sekaligus menjelaskan bahwa kemajuan teknologi informasi yang semakin canggih, bukan untuk membuat isu dan fitnah.
Jadi, segala sesuatunya itu tergantung kita, para pemakai dan pengguna internet. Kalau dipergunakan untuk kegiatan negatif, apalagi yang asusila jelas haram hukumnya, seperti untuk prostitusi, menjual diri.
Nah, dari kasus-kasus yang timbul akibat dampak kemajuan teknologi informasi, seperti facebook, twitter, blog dll kita bissa menarik banyak pelajaran, khususnya para orang tua agar tidak melepas begitu saja anaknya, termasuk dalam penggunaan media baru, online. Memang disatu sisi online sangat positif dan dapat member manfaat luar biasa bagi yang ingin mendapatkan informasi dan bahan-bahan pelajaran (iptek). Namun disisi lain, dampak negatifnya juga cukup besar, terlebih jika orang tua, guru tidak mengarahkan anak-anaknya.
Oleh karena itu, orng tua, ulama dan kalangan politik wajib mengetahui kedua dampak yang timbul akibat pemakaian online di kalangan generasi muda yang sudah bagaikan fenomena gunung es. Mereka harus diberi tahu bahaya jika mengabaikan etika membuka situs-situs porno maupun “chatting” dengan teman-teman baru yang tidak jelas identitas dan alamat sebenarnya, selalu mengganti identitas, bercerita yang muluk-muluk untuk menjert para korbannya.
Justru itu, penggunaan teknologi informasi harus mendapat pengawasan dari orang tua maupun para pendidik, ulama, da`I, bahkan akan sangat baik kalau anak didik diberi pelajaran “online” agar anak didik mengetahui manfaat dan mudarat dari pemakaian jejaring sosial yang akan semakin berkembang di masa mendatang. Kalau tidak, korbannya akan semakin banyak dan mengerikan sekali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar